Hampir tujuh tahun, ketika negara-negara anggota WTO sepakat untuk melonggarkan aturan di bidang perindungan hak atas kekayaan intelektual di bidang kesehatan. Dengan tujuan meningkatkan akses masyarakat atas obat. Namun, fasilitas tersebut hampir tidak digunakan. 12 Februari 2010 lalu, negara-negara anggota WTO melakukan pertemuan informal untuk mendiskusikan akses atas obat.
Di bawah peraturan TRIPS - WTO, lisensi wajib yang diatur dalam pasal 31 f terutama ditujukan untuk pasar domestik (nasional). Tetapi, Deklarasi Doha untuk Kesehatan Publik tahun 2001 (sering disebut sebagai “Solusi Paragraf 6”) memperbolehkan negara dengan kapasitas industri farmasi yang terbatas (atau tidak memiliki industri farmasi) untuk mengimpor dari negara lain. Solusi paragraf 6 tersebut juga memperbolehkan negara yang memiliki industri farmasi dan memproduksi obat dapat mengekspor obat-obatan dengan menggunakan lisensi wajib ke negara lain (yang tidak memiliki industri farmasi) jika memenuhi ketentuan yang berlaku.
Ketentuan dan syarat-syarat tersebut yang kemudian dirundingkan dan menghasilkan Keputusan 30 Agustus 2003 dan amandemen TRIPs pada tahun 2005 yang membuat keputusan pada 2003 menjadi permanen. Keputusan ini akan menjadi bagian perjanjian TRIPs jika 2/3 anggota meratifikasi amandemen tersebut. Telah ditentukan batas akhir pada 2007, tetapi General Council (Dewan Umum) memperpanjang sampai Desember 2009 dan kemudian menjadi 31 Desember 2011.
Sampai Februari 2010, telah terdapat 28 negara yang meratifikasi amandemen tahun 2005. Terbaru, adalah Nikaragua (25 Januari 2010) dan Pakistan (10 Februari 2010).
Waiver dan amandemen tersebut bertujuan untuk membantu negara-negara tanpa (kurang) industri farmasi yang mungkin menghadapi masalah kekurangan obat karena harga obat paten tidak terjangkau dan tidak bisa memproduksi sendiri. Seorang perunding perdagangan mengatakan bahwa solusi paragraf 6 ini seharusnya menjadi ‘solusi cepat’ mengatasi akses atas obat, namun faktanya setelah lebih dari 6 tahun, ternyata ‘bukan solusi’ dan bukan juga ‘cara cepat’ dalam mengatasi akses pada obat.
Dalam pertemuan tersebut, salah seorang diplomat mengatakan negara-negara menginginkan untuk memperbaiki reviews tahunan dalam Dewan TRIPS mengenai bagaimana waiver tahun 2003 dan amandemen TRIPS tahun 2005 berfungsi.
Paragraf 8 dari dari Keputusan 30 Agustus 2003 menyebutkan bahwa Dewan TRIPS harus melakukan kaji ulang (review) tahunan untuk melihat apakah sistem yang telah dibuat pada tahun 2003 tersebut berfungsi dan harus melaporkannya kepada Dewan Umum WTO.
Selama lebih dari 6 tahun, hanya Kanada dan Rwanda yang pernah memanfaatkan Keputusan 30 Agustus 2003 tersebut.
Kanada mengatakan bahwa pengiriman ke Rwanda memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan karena perusahaan mencari lisensi wajib yang diperlukan untuk negara pengimpor yang tertarik, sementara di Rwanda juga memerlukan waktu dalam proses tender pengadaan obat generik.
Menurut pejabat perdagangan, beberapa negara termasuk India, China, Venezuela, Brazil, Indonesia, Ekuador, Kuba and Mesir mengatakan sistem ini tidak berjalan. Melihat waktu yang diperlukan dalam kasus Kanada juga memperlihatkan bahwa sistem ini terlalu sulit.
Sementara beberapa negara lainnya termasuk Argentina, Kanada, Swiss, Amerika Serikat, dan Uni Eropa memiliki pandangan berbeda.
Menurut pejabat perdagangan, beberapa negara berargumentasi bahwa lisensi wajib bukan tujuan, tetapi merupakan alat dari sekian banyak alat lain untuk memastikan bahwa kaum miskin mendapatkan akses atas obat-obatan. Ini juga bisa dicapai dengan memperbaiki berbagai hal, seperti pengadaan di tingkat internasional, meningkatkan donasi obat gratis, dan memotong biaya dan harga dari pemilik paten, demikian argumen mereka.
[Laporan IP watch, 30 Oktober 2009, pada pertemuan dewan TRIPS pada 27-28 Oktober, negara-negara kelompok Afrika, LDCs (negara kurang berkembang) dan bberapa negara berkembang lainnya termasuk Brazil, Ekuador, India, dan Pakistan, mengatakan bahwa tidak adanya penggunaan dan rendahnya ratifikasi yang dilakukan oleh negara-negara anggota, merupakan indikasi waiver tersebut memiliki masalah. Negara-negara tersebut juga meminta adanya kaji ulang untuk mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.]
Dalam pertemuan informal Dewan TRIPS Februari lalu, India mengusulkan untuk mengadakan lokakarya yang terbuka untuk praktisi, delegasi dan juga kelompok non pemerintah.
Dalam intervensinya tersebut, India mengatakan bahwa selalu ada pandangan bahwa Deklarasi Doha atas TRIPS dan Kesehatan Publik merupakan capaian dalam sejarah TRIPS yang masih pendek, karena mengakui pentingnya kesehatan public dan sensitivitas dari perjanjian ini pada masalah yang dihadapi kalangan miskin di negara-negara kurang berkembang.
Tetapi, setelah lebih dari enam tahun, solusi paragraf 6 hanya digunakan sekali. Melengkapi apa pengalaman Kanada dalam mengekspor obat generic dengan lisensi wajib, India mengatakan pasien AIDS di Rwanda menunggu hampir tiga tahun untuk mendapatkan obat-obat tersebut.
India mengingatkan apa yang sudah dibicarakan dalam Dewan TRIPS pada Oktober 2009, bahwa sementara negara-negara mempersiapkan untuk menerima amandemen TRIPS tahun 2005, juga saat yang tepat untuk refleksi kelemahan dan kesulitan dalam menggunakan sistem ini.
Usulan untuk mengadakan lokakarya tersebut, menurut India perlu segera diwujudkan, sehingga bisa dilaporkan dalam Dewan TRIPS yang bertemu untuk melakukan kaji ulang Implementasi Paragraf 6 dari Deklarasi Doha untuk TRIPS dan Kesehatan Publik pada Oktober than 2010. rekomendasi dari lokakarya tesrebut dapat dpertimbangkan untuk penyusunan tindak lanjut yang diperlukan.
Dalam intervensinya, Brazil menyambut kesempatan untuk membicarakan dan dan mengidentifikasi kesulitan yang membuat negara-negara berkembang dalam menggunakan solusi paragraph 6 secara penuh. Dalam upaya untuk memperbaiki sistem ‘solusi paragraph 6’ Brazil menekankan pentingnya untuk memehami negara dan organisasi internasional yang kesulitan dalam mengimplementasikan. Untuk alasan ini, Brazil mendukung proposal untuk mengadakan Lokakarya di bawah Dewan TRIPS yang membawa semua pemangku kepentingan yang relevan.
Menurut pejabat perdagangan, usulan India untuk mengadakan Lokakarya didukung oleh Brazil, China, Venezuela, Pakistan, Indonesia, Ekuador, Nigeria (atas nama Kelompok Afrika) dan Kuba. Ketua pertemuan informal, Dutabesar Karen Tan (Singapura), mengatakan dia akan melaporkan pertemuan informal ini, ke Dewan TRIPS (TRIPS Council) pada 2 – 3 Maret 2010.
Sumber: Kanaga Raja, Members discuss implementation of TRIPS "Para 6" solution, SUNS #6864 (16 Februari 2010); Kaitlin Mara, WTO Members To Consider Review Of TRIPS Public Health Amendment,(IP Watch www.ip-watch.org - 11 Februari 2010); Kaitlin Mara, Last Cheaper AIDS Medicines For Rwanda Under WTO, (IP Watch www.ip-watch.org, 17 September 2009).
No comments:
Post a Comment